Membaca tulisan Tommy Setiawan dalam Kompasiana yang membahas tentang makna politis-spiritual dibalik kunjungan Presiden Jokowi ke Padang, Sumatra Barat untuk untuk merayakan Idul Fitri 1437 H bersama masyarakat Padang, “Makna Politis-religius dari Kunjungan Jokowi di Padang Saat Idul Fitri kom.ps/AFv0MA” saya tertarik untuk menggoreskan catatan kecil sebagai motivasi bagi diri saya untuk membuat resolusi sekaligus juga ‘memaknai’ rasa syukur atas nikmat Hari Raya yang Tuhan berikan untuk kita.

Dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak hanya dihadapkan pada sikap toleransi, saling menghargai, dan saling memahami. Namun juga ada sikap iri, dengki, dan benci antara satu dengan yang lainnya. Hal ini tidak dapat dihindari karena setiap anggota masyarakat memiliki karakter dan sifat yang berbeda-beda. Sifat dan karakter inilah yang akan menjadi perilaku kita dalam menjalani kehidupan di masyarakat.

Kehadiran Presiden Jokowi ke Padang mungkin tidak ada kaitannya dengan urusan kita, tetapi ‘memaknai’ arti kehadiran beliau ke pulau yang merupakan basis muslim terbesar di Indonesia tentu menjadi hal yang menarik untuk didalami, karena tidak hanya berkaitan dengan urusan beliau sebagai kepala negara, tetapi juga memberikan pengajaran bagi kita untuk menyikapi perihal kehidupan, khususnya dalam bermasyarkat, bersaudara,dan berkeluarga.

Membangun Mental

Dalam momen yang bahagia ini tidak ada salahnya kita merefleksikan diri untuk mengevaluasi tindak-tanduk kita, perilaku kita dalam bermasyarakat, apakah ada sikap kita yang melukai perasaan orang lain, mengganggu privasi mereka, berburuk sangka, iri dengan kesuksesan orang lain, dengki dengan perilaku mereka, atau benci terhadap sikap mereka selama ini kepada kita.

Menyelami ‘luka-luka lama’ dalam diri kita bukan hal yang keliru kalau untuk kebaikan dan menjadi lebih baik, walaupun kita tau bahwa ‘tanda’ yang terlanjur membekas dalam hati tidak akan mudah hilang. Menjadi pribadi yang memaafkan, melihat masalah dalam sisi yg positif, menunjukkan kepedulian terhadap sesama, serta keikhlasan akan memberikan makna baru dalam perjalanan hidup kita.

Bersyukur kita hidup di lingkungkan yang mengedepankan toleransi, saling menghargai, saling memahami.

Kepemimpinan yang Menjadi Teladan

Presiden Jokowi adalah pemimpin bangsa Indonesia, beliau menunjukkan kelasnya sebagai seorang pemimpin, bagaimana menyikapi perbedaan, mengatasi kebencian, dan juga menyelesaikan konflik perpecahan.

Lantas apa hubungannya pemimpin dengan sikap dan perilaku kita? Jelas sangat berhubungan, karena kita hidup disuatu lingkungan, baik lingkungan bernegara, bermasyarakat, bertetangga dan berkeluarga, maka secara otomatis dalam setiap lingkungan tersebut ada yang namanya kepala negara, kepala masyarakat, kepala rukun warga/rukun tetangga, dan kepala keluarga.

Pemimpin/Kepala/Ketua juga akan memberikan dampak terhadap lingkungan yang dipimpin. Pemimpin yang baik akan menciptakan lingkungan yang kondusif, aman dan nyaman, sebaliknya pemimpin yang kurang/tidak cakap, akan membuat situasi lingkungan yang dis-harmonis, tidak kondusif, dan penuh konflik.

Dalam tingkatan bermasyarakat (RT/RW) kita memiliki pemimpin, yang menjadi simbol dan panutan dalam kehidupan bermasyarakat. Pemimpin yang harus mampu menjaga simpul tali silaturahmi, menguatkan persaudaraan, mengemas perbedaan jadi kebersamaan, dan juga meredam perpecahan dengan kebijakan (wisdom).

Bersyukur kita memiliki pemimpin (RT) yang mampu menghimpun ‘perbedaan-perbedaan’ menjadi kebersamaan, melihat benih-benih masalah bukan sebagai hambatan, namun tantangan untuk masa depan, menyelesaikan masalah secara bijak, tidak subjektif. Kondisi lingkungan yang tertata dengan baik semoga mampu mendorong perbaikan sifat dan karakter kita sehingga mampu memiliki sikap dan perilaku ‘mulia’ dalam bermasyarakat.

***

Akhirnya, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H, selamat merayakan kemenangan dengan hati yang bahagia, saling memaafkan dengan ikhlas dan tulus. Bravo Ge eM eS 01

Wassalam

Sonorejo, 3 syawal 1437H / 8 Juli 2016